Wisata dadakan Oktober – December 2016
Leisure
Cerpen: WAHAM
Oleh : Rizal
Karena ke jeniusannya, Hafiz mempunyai kesempatan emas memasuki kampus
ternama dan bergensi di negeri ini. Berbagai instansi tahun-tahun
sebelumnya telah menobatkannya sebagai manusia luar biasa, mulai dari
beasiswa sekolah, Diknas, supersemar, sampoerna dan beberapa perusahaan di
daerahnya karena telah berprestasi sekolah dan kinerja keseluruhan akademis
di sebuah universitas dimana dia kuliah saat itu.
Seorang matematikawan, Hafiz membangun teorema dasar, melakukan riset
pengukuran peralatan modern dan teknologi, serta menyelesaikan masalah ilmu
teknik komunikasi yang komplek. Kontribusi dan pengaruh matematika yang
dimilikinya selalu menjadi buah bibir disetiap perbincangan biasa atau
forum diskusi formal. Kejeniusannya tidaklah menjadikan dia matang dalam
bersosialisasi, setiap hari pulang dari kampus, masuk kekamar menyendiri
mencari solusi tentang teori-teori matematika baru dan lupa tentang bumi
yang dipijak termasuk dingin dengan anugrah keindahan lingkungan sekitar
ataupun wanita-wanita cantik di sekitarnya.
Namun, kebiasaan menyendiri dikamar berjam-jam lamanya, tidak juga menjadikan ibunya,Raisa resah bahkan menganggapnya lumrah dan terkadang secara tidak sadar
berbicara ke tetangga membanggakan ‘Hafiz’ seorang yang rajin, pintar dan
taat beribadah. Ibu raisa, kala sore waktu itu, melihat seorang anak kelas
4 SD sedang berjalan dengan ayahnya persis didepan pagar pekarangan
rumahnya. Sapu ditangan kanannya terhenti diatas daun-daunan kering dan sampah kertas, dia hentikan sementara untuk tidak dimasukan kedalam skop dan hanya karena mau menyapa mereka.
Raisa: “Hendak pergi kemana kamu boy, anak pintar?”
Boy: “Mau beli bakso, bude, sama papa”
Raisa: “Ooh enaknya, bude icha di beliin juga yah…”
Suara berat datang memotong pembicaraan dari laki-laki bersama boy berkata,
Ayah boy: “Hafiz lagi apa, mbak?”
Raisa: “Biasa, lagi belajar dikamar”
Ayah boy: “Memang luar biasa anak mbak, boy… dengar kamu itu, contoh om
Hafiz… kalau mau berhasil dan bisa salaman sama pak gubernur yah…rajin
belajar”
Boy: “Hebat om Hafiz salaman sama pak Gubernur….”
Raisa: “Ha… ha.. betul itu boy, contoh om Hafiz… nggak banyak main..
pulang sekolah langsung sholat, makan dan masuk kamar…!, nah kalau mau
seperti dia kamu harus rajin belajar yah… biar seperti om ..”
Boy, cuek dan melambai tangan, ngeloyor pergi..
Boy: “udah dulu yah bude icha, … boy lapar nih!”
Begitulah tanpa sadar mendorong ibu raisa, membanggakan yang tidak perlu
sehingga pola tingkah laku ‘Hafiz’ yang lagi mengalami sakit “waham
pengaruh” tidak diketahuinya..”
Sementara di sore yang sama, Hafiz didalam kamar mengoceh dan berbicara
tidak jelas seolah ada temannya berdiskusi. Jarinya menunjuk-nunjuk buku
dihadapannya, kadang berdiri menulis rumus-rumus di tembok dan terdengar…
dentuman keras dari bilik triplek dalam kamar, “Bang…Beng.. whzaap…”
suara benturan keras terdengar di ruang tamu bersebelahan dengan ruang
tamu…” . Ibu Raisa, heran dan berteriak …hafiz… ada apa didalam?”
menerobos masuk pintu kamarnya…
Ibu Raisya: “Istigrfar nak…. ngucap…!
Hafiz: tidak ada response.
Ibu Raisya: “Kamu stress nak… berhentilah belajar kalo membuatmu sakit
kepala…
Hafiz: tetap membisu..
Ibu Raisa memeluk dan mengangkat kepala dan meneruskan nasehatnya…
Ibu Raisa: “Sudah nak… kamu capek, istirahatlah dulu…”
Menuntun Hafiz ke kasur tipis dan sprei putih kusut, lusuh dan pudar yang
telah berubah menjadi warna kuning.
Roman muka Hafiz masih merah padam dan bibirnya menyong-serong ke kanan dan
mengeluarkan suara erangan dan geram saat kepalanya menyentuh pinggiran
bantal diatas kasur. Badanya dia luruskan dan berkata lirih: “Ibu …saya
istirahat dulu dan tinggalkan saya sendiri..”. Hafiz memiringkan badan dan
menekuk ujung bantal menutupi separuh mukanya.
Ibu Raisa hanya mengelus dadanya dan keluar berjalan pelan dengan muka
tertunduk dan tidak terasa butiran air kecil bermunculan di sudut matanya
seolah mencari jawaban tentang kejadian barusan yang dialami.
***
Menginjak ditahun ke-3 perkuliahan, ‘Hafiz’ diminta menjadi asisten sorang
dosennya dan terlibat aktif dengan pengajian di kampus. karena kesibukan
yang dialami sehari-hari ini, dia meminta izin kepada ibunya agar bisa
masuk asrama didekat kampus dan terkadang baru pulang hanya 2 minggu sekali
ke rumah nya di simpang patung pahlawan Haluoleo di depan Makorem.
Dikarenakan umur ‘Hafiz’ masih paling muda diantara dosen-dosen, dia pun
sering menjadi korbar bully teman-teman seniornya. Maklum bagi senior-
senior disana sering merindukan hiburan-hiburan segar dikala banyak
deadline tugas yang harus diselesaikan.
Pukul 10:20 pagi, hafiz berdiri dengan beberapa orang dosen disamping aula
masjid dan tidak memperhatikan hadirnya beberapa cewek-cewek mahasiswi
datang ke arah aula yang sama. Satu diantara cewek tersebut mengamati dari
ujung rambut sampai keujung sepatu Hafiz, jomblowan. Gumam sicewek: “Boleh
juga brondong berbaju kuning dan celana panjang kain coklat ..” Sikap
tersepona si cewek tertangkap mata oleh teman pria Hafiz. Tiba-tiba keluar
ledekan dari nya dengan berdendang ref lirik lagu Ran:
“Kurasa ku tlah jatuh cinta
Pada pandangan yang pertama
Sulit bagiku untuk bisa
Berhenti mengagumi dirinya..”
Hafiz: “Kok kamu nggak fokus Trie dengan diskusi kita…?”
Trie: ” Ahai… kamu ini gimana sih… tuh lihat ada yang naksir kamu..”
Hafiz: “Apa… Mana…. Siapa…?” mukanya kayak kambing congek, nggak
denger petunjuk bibir trie..
Trie: “Eiit… datang kesini lagi…”
Hafiz: “Udah kembali ke laptop… biar fokus masuk kedalam yok…
Trie: “Ntar dulu, kamu sambut dia… cocok buat kamu kayaknya..”
Hafiz, terkesima dan mulutnya menganga melihat cewek cakep yang sudah
berdiri didepannya. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatinya..(entah apa)
dan kejadian ini tidak berlangsung lama, karena kecuekan yang dirasakan
tidak punya teman selama ini menyuruh mengambil langkah seribu… ngacir
kedalam aula.
Trie: “Coward… norak loh…fiz.”
Hafiz tidak peduli omongan itu dan meninggalkan ke dua rombongan di
dekatnya.
Cewek penasaran: “Sombong banget… emang dia siapa?” teman-temannya hanya
tertawa ngakak, terpingkal-pingkal… geli melihat sohib yang penasaran.
Tidak berapa lama hafiz masuk, semua rombongan pun ikut masuk kedalam aula
menyusul dan mencari posisi duduk melantai, disebelah kanan kelompok cowok
dan sebelah kiri cewek melingkari seseorang laki-laki terlihat senior,
berperawakan kurus, mata besar dan berjanggut lebat. Terdengar salam dari
mulutnya ..”Assalamu alaikum…. rekan-rekan semua kelompok diskusi, kita
mulai pertemuan hari ini dengan mereview hasil pembahasan minggu lalu…”.
Tidak terasa waktu zuhur pun tiba, peserta diskusi terdiam ketika muazin
berseru untuk shalat. Beberapa peserta diskusi serempak keluar bersama-sama
menuju paturasan dan menghentikan segala kegiatan. Pukul 12:37 siang, Hafiz
ke kantin untuk makan dan secara tidak sengaja bersenggolan dengan cewek
penasaran yang di aula tadi, ini kejadiannya sewaktu di depan baskom
berisikan telur balado karena dua pasang tangan bersama-sama memperebutkan
sendok untuk memindahkan isi telur kemasing-masing piring. Si cewek
berkata: “Antri doong…”. Hafiz tertunduk matanya kosong dan membiarkan
cewek tersebut mendahuluinya. Dimeja makan, di tempat duduk yang dipilih
oleh hafiz silir semilir perkataan lembut sicewek dibawa angin menembus
telinga Hafiz…”Sombong…” Hafiz cuek, tidak peduli dan menandaskan isi
piring lalu meninggalkan buru-buru menuju kamar asrama sebelum memulai
kuliah lagi pukul 14:30 siang nanti.
Didalam kamar asrama, hafiz terus membuka isi tas dan mengeluarkan diktat
serta buku tulis duduk diatas kursi. Mencororet-coret buku bertuliskan
“calculus…”, melotot kearah lambang (“=”) sama dengan disambung titik-
titik dst, hampi 2 jam serius mencari solusi kasus-kasus dibuku itu,
kejadian aneh datang lagi, berapa tahun menghilang kini terulang kembali
kepalanya di adu dengan meja belajarnya seperti orang sujud cukup keras
setelah seolah komat-kamit berbicara dengan teman imajinernya. Penyakit
“Waham kebesaran”- Waham Kebesaran (delusion of grandeur), yaitu keyakinan
bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang
penting. Hafiz menganggap dirinya adalah pemecah masalah matematika
terbaik. Kekerasan pun muncul, ia dorong mejanya ke daun pintu dan
untungnya tidak ada orang mendengar di siang itu. Hafiz, kemudian tidak
sadarkan diri pingsan, terkapar dilantai tidak jauh dari meja yang
ditabrakan kepintu itu.
Trie merasa curiga melihat hafiz tidak ada dikelas karena dia tahu persis,
kalau hafiz selalu tepat waktu. Dia berencana pergi melihat hafiz dikamar
dan membuktikan kebenaran tidak terjadi sesuatu dengan hafiz usai
perkuliahan. Trie keluar dan menuju kamar hafiz, dia ketuk pintu kamar,
tidak ada jawaban dan diteruskan mengetuk kaca jendela serta mengintip dari
lobang angin jelusi diatas kamar. Trie setengah berteriak melihat Hafiz
tergolek dilantai. Tri mendorong dan mendobrak paksa pintu kamar dan
untungnya berhasil walaupun melalui proses yang cukup lama. Trie berulang-
ulang menepuk pipi hafiz yang tak sadarkan diri lalu membopongnya keluar
untuk mencari mobil tumpangan. Trie kebetulan berpapasan dengan pak
mahmud,dosen juga, yang lagi menyetir mobil minibus berjalan didepan
asrama.”Pak… tolong bawa teman dan aku ke puskemas di jalan A. yani..”
***
Fakultas matematika memberikan kesempatan pertama kepada mahasiswa yang
berhasil wisuda dengan IPK 3 keatas dan berpengalaman sebagai asisten
untuk menjadi “dosen tetap” di situ. Sudah bisa ditebak, ‘Hafiz’ pastilah
orang yang pertama mendapatkan penawaran. Hafizpun membina karir sebagai
dosen dan dalam dua tahun ia pun terkenal, karena wajahnya sering muncul di
headline majalah komunitas kampus. Pada suatu undangan seminar yang
diadakan oleh peserta yang mau ujian skripsi, hafiz serius memperhatikan
mahasiswi, tinggi semampai dan berparas ayu sedang mempresentasikan hasil
penelitaan didepan panelis, dimana ia sebagai anggotanya. Memori hafiz yang
kuat cepat menyambar kepada kenangan di aula dan kantin yang pernah
menyebut dirinya ‘arogan”, tapi ditepisnya karena ada perasaan aneh
terselip di relung hati dan sifat agresif kelakiannya saat itu, ia kini
jatuh hati pandangan ke-dua. Ada perubahan dalam dirinya, dulu tidak
mengetahui nama cewek tersebut kini tahu lebih banyak lagi tentang profil
yang tercatat dipikiran hafiz pada saat semua presenter diperkenalkan oleh
teman panelis. Seminar 2 jam berlalu, semua hadirin bubar dan Hafiz buru-
buru menguntit cewek mahasiswi pujaannya dan memanggil pelan
Hafiz; ‘Pipit puspita…’ yang punya nama pun menoleh dan memberikan senyum
lebar…”yah, bapak memanggil saya?”
Hafiz menjawab: “Iya, saya ucapkan selamat, presentasi kamu tadi bagus
sekali”
Pipit: “Terima kasih pak… malah tadi saya pikir bapak tidak
memperhatikan”
Hafiz: “Ayo berjalan pulang bareng…”
Pipit: “Bapak bawa kendaraan ?”
Hafiz: “Nggak, jalan kaki dan naik angkot, kamu?”
Pipit: “Sama doong… ayo..”
Mereka berdua lalu naik angkot dan berbincang-bincang seperti kawan lama dan tidak terasa angkot sudah sampai diterminal.
Perpisahan dengan pipit di terminal tadi meninggalkan bekas yang indah dan besar untuk pede kate lebih lanjut buat Hafiz. Dia merekam percakapan tentang materi kuliah hingga menjurus ke personalitas pipit yakni rumah, anak ke berapa dan hobi semuanya jadi database baru di dalam otak nya. Sejak satu bulan dari pertemuan tersebut Hafiz dan Pipit “jadian”,pasangan ini dilanda kasmaran walau tidak sehebat ABG love story.
Kejadian mengecewakan muncul ketika “pipit di wisuda”, hafiz tidang datang menemani. Hafiz mangkir, padahal akan diperkenalkan dengan bundanya pipit. Dalam status FB milik pipit bertuliskan : “Temen-temen pernah merasakan rasa sakit hati karena cinta atau kecewa karena cinta? Tentunya sakit bukan ? mungkin rasa Sakit hati yang temen-temen rasakan disebabkan karena sudut pandang yang salah dalam memandang sebuah kebohongan? kenapa jadian dengan orang yang tidak Gentleman?” lalu postingan berikut,
Status:“Aku belajar arti sebuah kesetiaan dari pengkhianatanmu. Aku belajar arti kejujuran dari kebohonganmu. Aku belajar arti kasih sayang tulus dari fatamorgana cintamu. Aku belajar arti sebuah senyum dari luka yang kau goreskan untukku …”
Hafiz duduk membisu dan merenungi status itu di Iphone miliknya bahwa ia ikutan mengecam “Hafiz termasuk orang-orang yang perasaannya hancur akibat sakit mental yang sebenarnya, tidak bisa bersosialisasi”. Lalu, kepalanya dibenturkan ke partisi meja sebelahnya membuat kaget pegawai admin kampus,bertanya-tanya: pak Hafiz, ada apa?? sabar pak… sabar”
Dalam rapat jurusan diputuskan bahwa ibu dekan, Retno asritiyas, akan memanggil Hafiz dan mempelajari perilaku Hafiz yang aneh.
Hafiz duduk di ruang kerja ibu Retno yang tidak sendirian, ditemani ibu Renita yang dikenalnya sebagai physicolog handal dikota ini.
Ibu Renita menyarankan agar Hafiz dirawat klinik mental miliknya dan mendapat penanganan intensif mengingat dari history file, penyakit waham pengaruh, waham besar dan waham curiga sudah menggerogoti hafiz.
***
Danny, Suami Anna, adalah seorang conductor sebuah orkestra ternama, tapi ketika Anna memergokinya Danny dan WILnya diatas kasur miliknya. Anna buru-buru mengemas barang-barang pribadi kedalam koper dan membawa putra-putranya (Goerge dan Robie) ke luar apartement mereka di newyork. Setelah menguras isi tabungan dan simpanan perhiasan dari Bank, Anna menyuruh george membeli mobil cadilac biru. George melaksanakan perintah ibunya dan membawa pulang mobil favorit mereka. Ketiga anak-beranak tsb masuk dan menghidupkan mesin mobil yang dikemudikan oleh George. Anna berkata: “Kamu nggak perlu melihat spion, karena situasi dan oragnya tidak berubah”. Anna masih yakin kemolekannya masih dapat dijual dan menaklukan dunia. Pada awalnya perjalanan menyusuri negara bagian adalah petualangan belaka. Tetapi Anna masih susah menemui jodohnya yang cocok. Semakin lama ia sadari bahwa pria yang ditemui selalu yang berjenis “Payah”. Hampri ber-bulan bulan dilewat, george, seorang siswa yang berbakat sebagai penulis merasa bosan untuk gonta ganti sekolah, tinggal dari satu pondok ke pondok sewaan lainnya serta menghadap nasib malang ibunya yang bertualang mencari figure suami.
Negara pertama yang dikunjungi adalah Boston dan Pitsburg. Beberapa pria yang menggandeng dirinya menyebabkan kekecewaan semata. Contohnya, Harlan yang memiliki masalah keuangan dan meminjam uang yang lumayan besar kepada Anna; ketika Anna tidak sudi meminjami, dan permisi untuk memoles pipinya di kamar mandi, dompet Anna habis dikuras sampai-sampai tidak mampu membayar uang makanan mewah bersama direstoran tsb. Pria lainnya lagi, menyamar menjadi dewa penolong berseragam kavaleri (pernah ditemui Anna dalam satu pesta tahun belakang). Jelasnya, mereka janjian kencan dan akhirnya bertunangan. Anna dan george mengerti dan cepat menyadari Pria ini selalu bertindak sewenang-wenang dan hanya memperalat saja, yang akhirnya mereka kabur dari rumah calonnya itu. Suatu waktu, Anna pernah dijebloskan ke Penjara ketika seseorang detektif menduga Anna sedang menjajakan komoditi seks pada saat sedang menanti seorang pria idaman di sebuah bar yang ternyata berpindah ke perempuan lain dihadapannya.
George memutuskan dia ingin tinggal bersama ayahnya (Danny), namu ia dikecewakan olehnya karena Danny mempunyai agenda tour konser panjang selama lima bulan lamannya. George menganggap ayahnya tidak mencintai dirinya, terbukti ketika ayahnya berbohong.”Bukannya tidak mau menopang biaya hidupmu tetapi ibumu sering mengembalikan pemberianku.”
Karena uang semakin menipis, Anna menemui saudarinya, “Hope”, seorang yang tidak ia sukai di St lois. Apa daya karena kepepet, tidak lain datang meminta pertolongannya. Tidak beberapa lama di St Louis, Anna ditaksir oleh seorang saudagar kaya, yang nggak tahunya seseorang sakit mental. Belakangan diketahui, Wallace (saudagar) sudah melakukan aksinya mengelabui 7 orang cewek yang dijanjikan untuk di nikahi dan mempermalukan Istrinya yang sebenarnya. “Hope” menganggap ini suatu keberuntungan karena akan ada ganti rugi karena pembatalan perkawinan. Anna sedang berupaya meninggalkan Adiknya dan mau ke LA (Hollywood) tetapi diluar dugaan George sudah meminta izin tantenya untuk tinggal lebih lama lagi di St louis. Sebelum berangkat terjadi pertengkaran hebat George menguji Anna sejauh apa cinta Anna kepada anaknya, misalnya: “Berapa ukuran sepatuku, apa warna favoritku dan apa nama buku favoritku”, Anna menjadi tidak sabar dan kecolongan bahwa dia memang tidak mengenal sejauh itu dan menampar Pipi george sebagai ungkapan kemarahannya dan George keluar rumah meninggalkan Anna dan kakaknya didalam ruang tamu. Anna akhirnya berangkat bersama Robie tanpa george. Sebetulnya, George merasakan keanehan setelah berjalan berapa jam Anna dan Robie tetap tidak balik haluan untuk menjemput dirinya.
Dalam perjalanan ke LA, Anna dan Robie mengambil penumpang-penumpang ditengah jalan yang mau membayar pengganti uang Bensin. Didekat Albuquerque, seorang penumpang dan kekasihnya mencoba merampok Anna dan Robi, mengancam Anna dengan Pisau, tapi dia digagalkan oleh oleh robbie yang mencabut dan mengarahkan pistol ke si pria tsb. Robie tidak main-main menarik pelatuk pistol ke kaki Sipria tsb sebagai tembakan peringatan. Kekasih si-pria tadi berpura-pura memusuhi teman priannya dan mengikuti mereka meneruskan perjalanan. Nasib Anna dan Robie bertambah apes, karena perempuan yang diberikan tumpangan tadi menguras dompet termasuk ponsel milik Ana ketika berhenti di sebuah pomp bensin. Robie menelpon George tentang kesialan yang menimpa mereka di alburqueque, dan meminta george menemui di stasiun kota. George gusar dan menceritakan kepada paman dan tantenya tentang kejadian yang menimpa mamanya. Tambahan pula, george meminta agar Tantenya mengembalikan uang dari wallace kepadanya sebelum menemui ibu dan saudaranya. Stasiun Greyhound, Robie menghentikan mobilnya dan Anna bertanya untuk apa mereka berhenti. Robi menjawab bahwa seseorang sudah datang minta di jemput. “Siapa orangnya, saya tidak melihatnya”. Setelah sebuah bis berangkat menghilang, tampak bayangan seorang Remaja menyeberang jalan menemui mereka yang tidak lain adalah “George”.
Di LA, Ann melakukan pekerjaan part time sementara robie mencoba peruntungan dengan audisi di sebuah teater. Suatu hari, Anna mendapati “Danny” di dapur rumah sewaan, dan Dannya minta kembali Anna dan ke dua putranya ke Newyork. Anna: “Aku memang mencintaimu saja tetapi aku tidak membutuhkanmu”. Danny, pulang ke Newyork dengan tangan kosong. Beberapa bulan kemudian, ada telepon SLJJ yang mengabarkan “Danny meninggal karena serangan jantung”. Hanya George yang datang ke pemakakaman Danny, dan sekembalinya dari newyork, George mengajukan proposal ke Anna: Dia akan melanjutkan SMA nya di Newyork dan menjadi penulis, Ann tidak kuasa mencegahnya dan merestuinya. Sebagai resolusi, tidak disangka-sangka George kembali ke LA dan ternyata bahwa George lebih baik berakting ketimbang Robbie. George menjadi Aktor dan Robbie bekerja di bagian kostum. George: “Kita bertiga tidak membutuhkan orang lain lagi dan bisa saling bahu membahu menjalani hidup ini”.