Perjalan dua keluarga melewati hutan tropis antara Balikpapan – Sengatta
Didalam mobil rental hitam itu, malam hari hanya tampak temaram. Tidak ada lampu jalan, hanya kelap kelip mobil yang lewat dan rumah rumah penduduk di pinggir hutan. Maka bulan yang sudah belasan tahun mengamati perjalanan kami, menatap kebawah sosok Wahyu-istriku, satria, mbak yun dan si mbak sartin.
Duduk disebelahku sopir, muda dan kurus tinggi terasa agak beku dan berat. Mungkin karena ‘Heru’, si supir lama di perkebunan sawit yang luas, johor dan hanya berteman dengan linggis dan cangkul jarang untuk tertawa bersama . Terkadang lamat lamat terdengar ketukan gendang tak beraturan diatas kemudi mengiring lagu balada ST12.
Karena lamanya perjalanan, kutarik tasbih dari lenganku. Sambil mendorong kursi sandaran kebelakang, kuteruskan Zikrullah dan semua pikiran kukosongkan agar kantuk cepat datang. Perlahan aku keluar dari alam sadar dan masuk kedalam ketenangan.
Ambang tidur yang terasa nikmat mulai merayap dan memyelimutiku. Dalam hitungan detik aku merasakan melayang, larut dan lelap. Namun detik yang sama suara sejuk Satria memanggi pa..pu dan ku menoleh melihat mangkuk plastik berisikan coco crunch dengan susu di sodorkan kedepan.
Satria menikmati coco dengan nikmatnya di balik bibir mungilnya dan menyungingkan senyuman. Bude yuyun memang sudah mempersiapkan kesukaannya itu bila bujukan nggak mempan coco crunch lah pengurang ngambeknya satria. Satria mengeluarkan suara slurp slurp dari mulut mungilnya.
Sendok terakhir berakhir, ” ma udah..”. Satria turun dari bangku dan menjahili, mencabut bantal dari dekap leher ku. “Satriaaa, tidak, tidak… papu marah… jangan ganggu papu mau tidur”. Satria terpingkal, tertawa seneng bantalku sudah berpindah tangan”. Bude yuyun menambah ancaman.. “Satria duduk… ada pak polisi…. ada sekuriti…” satria hanya tertawa… dan sebentar badannya sudah dibangku lagi ditarik wahyu.
Satria berceloteh ” om .. patah .. hati..” aku bingung “maksudnya apa mbak?”, kutanya bude yuyun. Lalu istri ku yang menjelaskan “mas, didepan ada lobang berpatah-patah lagi..hati-hati”. Aku tertawa terpingkal pingkal dengan komentar nya.
Satria sekarang terbaring diatas pangkuan bude yuyun dan kakinya selonjor diatas paha wahyu. Tidak terdengar lagi suaranya karena tertidur lelap.